BAITUL MAAL
BAB I
PENDAHULIAN
A. LATAR
BELAKANG
Dewasa
ini suatu negara di dunia pasti membutuhkan suatu institusi yang mampu
memperlancar aktivitas perekonomianya. Dan tentunya institusi tersebut harus
mempunyai peran yang sangat signifikan untuk kelancaran aktivitas
perekonomianya.
Dan
institusi tersebut sudah ada sejak zaman dulu dan Madinah merupakan kota
pertama yang memperkenalkannya, yang pada saat itu di pimpin dan dicetuskan
oleh Rasulullah saw, institusi terebut di sebut Baitul Mal. Pada waktu itu Baitul
Mal memegang peranan yang sangat vital karena bukan hanya aspek ekonomi tapi
semua aspek kehidupan negara
Seiring berkembang nya waktu ,perubahan demi perubahan
terjadi dalam perkembangan islam.Setiap poin poin dari pada rukum islam harus
di peuhi oleh setiap umat islam,yang mana salah satunya adalah zakat
.Zakat adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang
beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir
miskin dan sebagainya) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam[1].
Bagi kaum
Muslim di berbagai daerah di Indonesia memiliki lembaga untuk mengurus
harta-harta agama, seperti zakat, wakaf dan harta lain sebagainya. Lembaga
tersebut antara lain Badan Amil Zakat, Infaq dan Sadaqah (BAZIS). Ada yang
namanya Yayasan Amil Zakat, Dompet Dhu’afa, baitul mal dan nama lainnya, baik
yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah atau swasta, yang disesuaikan dengan
kearifan lokal maasing-masing daerah.
Di Aceh ada
badan pengelola zakat yang kita kenal dengan nama Baitul Maal.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apakah pengertian baitul maal?
2. Apasajakah sumber pendapatan
baitul maal?
3. Bagaimanakah pendistribusian dana
baitul maal?
4. Baitul maal di Provinsi Nangro
Aceh darusalam.
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
Dengan
dibuatnya makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca
mengenai materi pembahasan tentang baitul mal, mulai dari pengertian, sumber
pendapatannya, pendistribusiannya, serta
pengaplikasian baitul maal di provinsi Aceh.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Penertian
Baitul Maal
Secara
harfiah/lughowi, baitul maal berarti rumah dana.. Baitul mal berfungsi sebagai
pengumpulan dan men-tasyaruf-kan untuk kepentingan sosial. Menurut Ensiklopedia
hukum Islam, baitul mal adalah lembaga keuangan negara yang bertugas menerima,
menyimpan, dan mendistribusikan uang negara sesuai dengan aturan syariat. Dan
jika dilihat dari segi istilah fikih Baitul maal adalah “suatu lembaga atau
badan yang bertugas mengurusi kekayaan negara terutama keuangan, baik yang
berkenaan dengan soal pemasukan dan pengelolaan maupun yang berhubungan dengan
masalah pengeluaran dan lain-lain.”
Secara
terminologis (ma’na ishtilah) sebagaimana uraian Abdul Qadim Zallum (1983)
dalam kitabnya al-Amwaal fi Daulah Al-khilafah, Baitul Maal adalah suatu
lembaga atau pihak (Arab: A-Jihat) yang mempunyai tugas khusus menangani segala
harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara. Jadi setiap harta
baik berupa tanah, bangunan, barang tambang, uang, komoditas perdagangan,
maupun harta benda lainnya dimana kaum muslimin berhak memilikinya sesuai hukum
syara’.
B.
Sumber
Pendapatan Baitul Maal
Sumber pendapatan baitul maal
dapat dibagi kepada dua bagian :
1.
Sumber dauriyyah
yaitu sumber keuangan yang
dikumpulkan dalam waktu-waktu tertentu dalam satu tahun berjalan.
Diantaranya :
a. Zakat
menurut bahasa adalah membersihkan diri atau
mensucikan diri. Sedangkan menurut istiah zakat adalah kadar harta tertentu
yang wajib dikeluarkan kepada orang yang membutuhkan atau yang berhak
menerimanya dengan beberapa syarat tertentu sesuai dengan syariat islam
b. Kharaj (pajak
tanah)
Kharaj atau biasa disebut dengan pajak
bumi/tanah adalah jenis pajak yang dikenakan pada tanah yang terutama
ditaklukan oleh kekuatan senjata, terlepas dari apakah si pemilik itu seorang
yang dibawah umur, seorang dewasa, seorang bebas, budak, muslim ataupun tidak
beriman.
c. Jizyah
Jizyah atau jizya Arab: جزْية; (balasan) adalah pajak per kapita yang
diberikan pada penduduk non-Muslim pada
suatu negara di bawah peraturan Islam. Jizyah ini
dimaksudkan sebagai wujud loyalitas mereka. sebagai imbalan mereka karena
mereka telah menikmati beberapa hak, termasuk telah terjaminya keamanan diri
dan harta mereka kepada pemerintahan islam dan konsekwensi dari
perlindungan yang diberikan pemerintahan islam kepada mereka yang telah
memanfaatkan sarana-sarana umum.
d. Al-‘Usyur (bea
cukai)
Usyur adalah pajak perdagangan yang dikenakan
kepada pedagang muslim ataupun non
muslim yang melakukan transaksi bisnis di negara islam.
2. Sumber ghair dauriyyah
artinya
sumber keuangan yang dimasukkan kedalam baitul maal tanpa priode tertentu dalam
tahun berjalan. Diantaranya :
a. Ghanimah dan fai
Ghanimah adalah harta kekayaan yang diperoleh
orang-orang muslim dari non muslim melalui peperangan. Ghanimah ini tidak hanya
perupa harta ( baik bergerak maupun tidak bergerak ) tetapi juga orang-orangnya,
dapat berupa tawanan perang, atau perempuan dan anak-anak. Sedangkan Fa’I
adalah harta rampasan yang diperoleh kaum Muslimin tanpa pertemputran atau
dengan cara damai.
b. Barang
Tambang (ma’din) dan Harta Terpendam (rikaz)
Ma’din adalah hasil tambang yang
terdapat dalam kawaasan tanah Negara. Rikaz adalah harta yang di dapat dari
hasil temuan peninggalan masa lampau.
c. Harta
Warisan dan Wasiat
Harta ini merupakan herta dari
warisan orang yang sudah meninggal dan tidak memiliki ahli waris.
d. Shadaqah
Tatawwu’
Harta yang diperoleh dari orang
islam yang ingin membantu orang yang lemah dengan niat mendapat pahala di sisi
allah.
e. Nazar dan Kafarat
Nazar adalah harta yang diperoleh
dari seseorang yang berniat utk memberikanya apa bila ke inginanya terwujud.
Kafarat adalah harta yang di peroleh seseorang dari denda karena telah
melanggaraturan allah. [2]
C.
PENDISTRIBUSIAN
DANA BAITUL MAAL
Berikut rincian penggunaan dana
Baitul Maal, yaitu:
1. Penyebaran
Islam
Pada masa Khalifah Rasululllah
SAW, seiring dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam, beliau selalu
menunjuk perwakilannya untuk pergi ke wilayah-wilayah yang telah kaum muslim
taklukan sebelumnya. Setiap kaum muslim menang dalam peperangan, para utusan
nabi hijrah ke tempat-tempat tersebut untuk mengajarkan penduduk di sana
tentang Islam dan Al-Quran. Awalnya, mereka pergi ke tempat-tempat tersebut
menggunakan dana dan tunggangan kuda sendiri. Sampai akhirnya semakin luas
daerah kekuasaan Islam, semakin jauh jaraknya dari Mekkah dan dana Baitul Maal
semakin terkumpul banyak dari pemasukan-pemasukan pajak tanah dan lain
sebagainya, akhirnya utusan Nabi yang bertugas ke tempat-tempat yang jauh
dibiayai oleh dana Baitul Maal dan diberi tunggangan kuda. Jadi, dapat
dikatakan bahwa salah satu penggunaan dana Baitul Maal adalah sebagai biaya
untuk perjalanan dakwah menyebarkan agama Islam.
2. Gerakan
Pendidikan dan Kebudayaan
Pada masa Khalifah Rasulullah,
beliau sangat memperhatikan pendidikan kaum muslim. Beliau mengajarkan kaum
muslim membaca dan menulis. Lalu, beliau menunjuk beberapa utusan untuk
mengajarkan umat lain.Selain itu, tawanan-tawanan perang diperintahkan
Rasulullah untuk mengajarkan kaum muslim membaca dan menulis agar mereka dapat
dibebaskan. Dana Baitul Maal digunakan untuk membiayai perjalanan
utusan-utusannya tersebut dalam mengajarkan membaca dan menulis.
3. Pengembangan
Ilmi Pengetahuan
Selama masa kepemimpinan
rasulullah dan khalifah yang empat, para ulama, ahli kedokteran dan orang-orang
yang dapat menulis memperoleh penghargaan dan dimanfaatkan ilmu
pengetahuan.
4. Pembanguana
Infrastruktur
Di samping mendorong aktivitas
suasta, Rasulullah SAW. juga memberi perhatian khusus pada pembangunan
infrasrtuktur. Selain membagikan tanah kepada masyarakat untuk pembanguanan
pembangunan pemukiman, Rasulullah membangun kamar mandi umum di sudut kota.
Atas saran seorang sahabat, Rasulullah juga menentukan tempat yang berfungsi
sebagi pasar di kota Madina.
5. Pembanguan
Armada Perang dan Keamanan
Selama sebalas tahun memimpin
kaum muslimin, Rasulullah SAW. telibat dalam banyak pertempuran. Berbagia
pertempuran ini terjadi akibat serangan yang dilancarkan musuh-musuh islam
dalam upaya melenyapkan islam dan Rasulullah SAW.Seperlima dari harta rampasan
perang yang diambil dari setiap peperangan merupakan sumber dana baitul maal
yang terpentin digunakan untuk memperkuat pengembangan pasukan kaum mislimin.
6. Penyediaan
Layanan Kesejahteraan Sosial
Seperti yang kita tahu, dana Baitul
Maal didapatkan dari zakat, kharaj, ghanimah, jizyah, khums, dan lain
sebagainya. Dana-dana tersebut digunakan para khalifah untuk mensejahterakan
rakyat, salah satunya adalah untuk mengatasi masalah kelaparan kaum fakir
miskin.[3]
D.
Baitul Mal di Provinsi Aceh
Aceh adalah
salah satu daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang
bersifat istimewa dan dibeeri kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Undang-undang Dasar Negara Negara Republi Indonesia Tahun 1945,
yang dipimpin oleh seorang gubernur[4].
Undang-undang RI. nomor 44 tahun 1999 Keistimewaan Aceh dan nomr 11
tahun 2006, tenatng UUPA, pasal 180 ayat (1) huruf d, memasukkan zakat sebagai
salah satu sumber pendapatan asli daerah[5],
maka dalam hal menjabarkan maksud undang-undang ini, DPRD dan Pemerintah Daerah
membuat Perda nomor 5 tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam, yang
termasuk di dalamnya Baitu Mal. Maka sesuai
Perda di atas Gubernur Aceh mengeluarkan surat Keputusan nomor 18 taahun 2003
tentan Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Baitul Mal NAD. Mengingat
putusan Gubernur itu tidak cukup kuat, maka dengan kesepakatan DPRD dan
Gubernur dikeluarkanlah Qanun nomor 7 tahun 2004 tentang pengelolaan Zakat,
yang disebutkan dalam pasal 1 ayat (1), bahwa Badan Baitul Mal merupakan
lembaga daerah yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat dan harta agama
lainnya di provinsi NAD[6]. Selanjutnya
Pemerintah Aceh menyempurnakan Qanun pengelolaan Zakat dengan mengeluarkan satu
qanun khusus nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal.
Jadi
dalam hal ini, pengelolaan zakat dan harta agama lainnya di Aceh tidak lagi
berdasarkan kepada undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat,
karena berdasarkan azas Lex Specialist Deroget Lex Generalist, artinya
hukum yang khusus dapat mengalahkan hukum yang umum.
E.
Unit Pengumpul Zakat (UPZ)
Sesuai Qanun Aceh nomor 10 tahun
2007 tentang baitul Mal, maka unit pengumpul zakat yang selanjutnya disebut
dengan UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh Baitul Mal Aceh dan
Kabupaten/Kota dengantugas mengumpulkan zakat para muzakki pada instansi
Pemerintah dan lingkungan swasta[7].
Di sisni terlihat bahwa kewenangan UPZ hanya sebatas melakukan pengumpulan pada
unit-unit masing dan tidak dibeerikan kewenangan untuk melakukan pengembangan
dan pendistribusian kepada mustahik. Di mana pengembangan dan pendistribusian
kepada mustahik adalah tugas dari Baitul Mal bukan tupoksi Unit Pengumpul.
D. Macam-macam
Tingkatan Baitul Mal
Adapun
tingkatan Baitul Mal yang berlaku di Aceh setelah Qanun nomor 10 tahun 2007
adalah:
1. Baitul
Aceh, adalah lembaga daerah Non Strutural yang dalam melaksanakan tugasnya
bersifat independen sesuai dengan ketentuan syari’at, dan bertanggung jawab
kepada Gubernur.
2. Baitul Mal Kabupaten/Kota, adalah
lembaga daerah non structural yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat
independen sesuai dengan ketentuan syari’at, dan bertanggung jawab kepada
Bupati/Walikota.
3. Baitul Mal Mukim, adalah lembaga
kemukiman non structural yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen
sesuai dengan ketentuan syari’at, dan bertanggung jawab kepada Baitul Mal
Kabupaten/Kota.
Dalam
Qanun Aceh nomor 7 tahun 2004 tidak dijumpai Baitul Mal Mukim, karena alasannya
kemukiman tidak memiliki rakyatnya dan rakyat hanya dimiliki oleh gampong.
5.
Baitul Mal Gampong,
adalah lembaga gampong non structural yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat
independen sesuai dengan ketentuan syari’at, dan bertanggung jawab kepada
Baitul Mal Kabupaten/Kota.
E. Kewenangan dan
Kewajiban Baitul Mal
Kewenangan dan kewajiban Baitul Mal dapat disimpulkan yaitu mengumpulkan,
mengelola dan menyalurkan zakat, wakaf dan harta agama lainnya yang menjadi
wewenangnya, membentuk UPZ dan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Baitul
Mal di bawahnya, membuat laporan serta menginformasikannya kepada masyarakat.[8]
F. Harta Objek Zakat
Zakat
yang wajib dibayar menurut Qanunm nomor 10 tahun 2007 adalah zakat fitrah,
zakat maal, dan zakat penghasilan. Dan jenis harta yang wajib dikeluarkan
zakatnya adalah:
1. Emas, perak, logam mulia lainnya
dan uang;
2. Perdagangan dan perusahaan;
3. Perindustrian;
4. Pertanian, perkebunan dan perikanan;
5. Peternakan;
6. Pertambangan;
7. Pendapatan dan jasa; dan
8. rikaz, serta jenis harta lainnya
yang ditetapkan oleh fatwa MPU Aceh.
Dari beberapa jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya yang telah
disebutkan di atas dapat dianalisis bahwa hampir semua aspek usaha yang
mendatangkan penghasilan sudah terakomodir dalam Qanun Baitul Mal Aceh. Oleh
karena Qanin ini adalah putusan pemimpin, maka segala yang berbeda dengan Qanun
ini yang terdapat dalam berbagai kitab fiqih dapat dikesampingkan, karena satu
qaedah: “Hukmul hakim yarfa’ul khilaf”.
BAB II
PENUTUP
A. KESIMPULAN
·
Baitul Maal
yaitu sebagai sebuah lembaga atau pihak (al-Jihat) yang menangani harta negara,
baik pendapatan maupun pengeluaran.
·
Sumber pendapatan dari baitul maal adalah : Zakat,
Kharaj, Jizyah, Al-‘Usyur , Ghanimah, fai’, ma’din, rikaz, Harta Warisan,
Wasiat, Shadaqah Tatawwu’, Nazar dan Kafarat.
·
Pendistribusian
dana baitul maal digunakan untuk : Penyebaran Islam, Gerakan Pendidikan dan Kebudayaan,
Pengembangan Ilmi Pengetahuan, Pembanguana Infrastruktur, Pembanguan Armada
Perang dan Keamanan, dan Penyediaan Layanan Kesejahteraan Sosial
·
Aceh adalah salah satu daerah provinsi yang merupakan
kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan dibeeri kewenangan khusus
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat, sehingga dalam hal ini, pengelolaan zakat dan harta agama lainnya
di Aceh tidak lagi berdasarkan kepada undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat, karena berdasarkan azas Lex Specialist Deroget
Lex Generalist, artinya hukum yang khusus dapat mengalahkan hukum
yang umum.
B. SARAN
Disarankan kepada seluruh elemen masyarakat,
Ulama, umara dan masyarakat luas, agar tidak berpolemik pada masalah zakat dan
melakukan evaluasi mendalam terhadap peneglolaan zakat, wakaf dan harta agama
lainnya, apa sebabnya zakat yang sudah dilaksanakan ratusan tahun di Aceh belum
bisa memakmurkan masyarakat Aceh. Padahal kemakmuran mumat dengan konsep zakat
sudah pernah terjadi pada masa Khalifah Umar Inb Aziz, apa dan di mana
kesalahan kita hari ini?
DAFTAR PUSTAKA
-Huda,Nurul dan mohamad Heykal.
2010. lembaga keuangan islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
-http://www.bprsyariah.com/artikel110-perkembangan-baitul-mal-pada-masa-rasulullah-dan-sahabat.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Amil_Zakat_Nasional QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG BAITUL MAL
Departemen Dalam Negeri, Undang-undang RI, Nomor 44 tahun
1999 Tentang Keistimewaan Aceh
-Iska, Syukri dan Rizal.2005.Lembaga
Keuangan SyariahBatusangar: STAIN Batusangkar Press.
-Karim, Adiwarman Azhar.2004. Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam. Edisi. 2. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
-Karim, Adiwarman Azhar.2010. Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam. Edisi.3. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
-Soemitra , Andri.2009. Bank
& Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
[3] Adiwarman Azhar
Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Edisi 2 (cet. 1; Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2004),h. 132-147
[5] Departemen Dalam Negeri,
Undang-undang RI, Nomor 44 tahun 1999 Tentang Keistimewaan Aceh
[6] Prof. Dr. TM. Daniel Djuned, MA, Baitul mal Lembaga Resmi Pengelola
Zakat, makalah, disampaikan pada Raker Bimtek Baitul Mal se-0Prov NAD 11-12
Juli 2006, Asrama Haji Banda Aceh, h 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar