Jumat, 18 November 2016

BAITUL MAAL





BAB I
PENDAHULIAN

A.   LATAR BELAKANG
Dewasa ini suatu negara di dunia pasti membutuhkan suatu institusi yang mampu memperlancar aktivitas perekonomianya. Dan tentunya institusi tersebut harus mempunyai peran yang sangat signifikan untuk kelancaran aktivitas perekonomianya.
Dan institusi tersebut sudah ada sejak zaman dulu dan Madinah merupakan kota pertama yang memperkenalkannya, yang pada saat itu di pimpin dan dicetuskan oleh Rasulullah saw, institusi terebut di sebut Baitul Mal. Pada waktu itu Baitul Mal memegang peranan yang sangat vital karena bukan hanya aspek ekonomi tapi semua aspek kehidupan negara
Seiring berkembang nya waktu ,perubahan demi perubahan terjadi dalam perkembangan islam.Setiap poin poin dari pada rukum islam harus di peuhi oleh setiap umat islam,yang mana salah satunya adalah zakat .Zakat adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam[1].
Bagi kaum Muslim di berbagai daerah di Indonesia memiliki lembaga untuk mengurus harta-harta agama, seperti zakat, wakaf dan harta lain sebagainya. Lembaga tersebut antara lain Badan Amil Zakat, Infaq dan Sadaqah (BAZIS). Ada yang namanya Yayasan Amil Zakat, Dompet Dhu’afa, baitul mal dan nama lainnya, baik yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah atau swasta, yang disesuaikan dengan kearifan lokal maasing-masing daerah.
Di Aceh ada badan pengelola zakat yang kita kenal dengan nama Baitul Maal.




B.    RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah pengertian baitul maal?
2.      Apasajakah sumber pendapatan baitul maal?
3.      Bagaimanakah pendistribusian dana baitul maal?
4.      Baitul maal di Provinsi Nangro Aceh darusalam.

C.   TUJUAN PEMBELAJARAN
            Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai materi pembahasan tentang baitul mal, mulai dari pengertian, sumber pendapatannya, pendistribusiannya, serta pengaplikasian baitul maal di provinsi Aceh.





BAB II
PEMBAHASAN

A.       Penertian Baitul Maal
Secara harfiah/lughowi, baitul maal berarti rumah dana.. Baitul mal berfungsi sebagai pengumpulan dan men-tasyaruf-kan untuk kepentingan sosial. Menurut Ensiklopedia hukum Islam, baitul mal adalah lembaga keuangan negara yang bertugas menerima, menyimpan, dan mendistribusikan uang negara sesuai dengan aturan syariat. Dan jika dilihat dari segi istilah fikih Baitul maal adalah “suatu lembaga atau badan yang bertugas mengurusi kekayaan negara terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan soal pemasukan dan pengelolaan maupun yang berhubungan dengan masalah pengeluaran dan lain-lain.” 
Secara terminologis (ma’na ishtilah) sebagaimana uraian Abdul Qadim Zallum (1983) dalam kitabnya al-Amwaal fi Daulah Al-khilafah, Baitul Maal adalah suatu lembaga atau pihak (Arab: A-Jihat) yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara. Jadi setiap harta baik berupa tanah, bangunan, barang tambang, uang, komoditas perdagangan, maupun harta benda lainnya dimana kaum muslimin berhak memilikinya sesuai hukum syara’.
B.       Sumber Pendapatan Baitul Maal
Sumber pendapatan baitul maal dapat dibagi kepada dua bagian :
1.            Sumber dauriyyah 
yaitu sumber keuangan yang dikumpulkan dalam waktu-waktu  tertentu dalam satu tahun berjalan. Diantaranya :
a.       Zakat
menurut bahasa adalah membersihkan diri atau mensucikan diri. Sedangkan menurut istiah zakat adalah kadar harta tertentu yang wajib dikeluarkan kepada orang yang membutuhkan atau yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat tertentu sesuai dengan syariat islam

b.      Kharaj (pajak tanah)
Kharaj atau biasa disebut dengan pajak bumi/tanah adalah jenis pajak yang dikenakan pada tanah yang terutama ditaklukan oleh kekuatan senjata, terlepas dari apakah si pemilik itu seorang yang dibawah umur, seorang dewasa, seorang bebas, budak, muslim ataupun tidak beriman.
c.       Jizyah
Jizyah atau jizya Arab: جزْية(balasan) adalah pajak per kapita yang diberikan pada penduduk non-Muslim pada suatu negara di bawah peraturan Islam. Jizyah ini dimaksudkan sebagai wujud loyalitas mereka. sebagai imbalan mereka karena mereka telah menikmati beberapa hak, termasuk telah terjaminya keamanan diri dan harta mereka kepada pemerintahan islam dan konsekwensi dari perlindungan yang diberikan pemerintahan islam kepada mereka yang telah memanfaatkan sarana-sarana umum.
d.      Al-‘Usyur (bea cukai)
Usyur adalah pajak perdagangan yang dikenakan kepada pedagang muslim ataupun  non muslim yang melakukan transaksi bisnis di negara islam.

2.      Sumber ghair dauriyyah 
 artinya sumber keuangan yang dimasukkan kedalam baitul maal tanpa priode tertentu dalam tahun berjalan. Diantaranya :

a.      Ghanimah dan fai
Ghanimah adalah harta kekayaan yang diperoleh orang-orang muslim dari non muslim melalui peperangan. Ghanimah ini tidak hanya perupa harta ( baik bergerak maupun tidak bergerak ) tetapi juga orang-orangnya, dapat berupa tawanan perang, atau perempuan dan anak-anak. Sedangkan Fa’I adalah harta rampasan yang diperoleh kaum Muslimin tanpa pertemputran atau dengan cara damai.

b.      Barang Tambang (ma’din) dan Harta Terpendam (rikaz)
Ma’din adalah hasil tambang yang terdapat dalam kawaasan tanah Negara. Rikaz adalah harta yang di dapat dari hasil temuan peninggalan masa lampau.

c.       Harta Warisan dan Wasiat
Harta ini merupakan herta dari warisan orang yang sudah meninggal dan tidak memiliki ahli waris.

d.      Shadaqah Tatawwu’
Harta yang diperoleh dari orang islam yang ingin membantu orang yang lemah dengan niat mendapat pahala di sisi allah.

e.       Nazar dan Kafarat
Nazar adalah harta yang diperoleh dari seseorang yang berniat utk memberikanya apa bila ke inginanya terwujud. Kafarat adalah harta yang di peroleh seseorang dari denda karena telah melanggaraturan allah. [2]

C.        PENDISTRIBUSIAN DANA BAITUL MAAL
Berikut rincian penggunaan dana Baitul Maal, yaitu:
1.      Penyebaran Islam
Pada masa Khalifah Rasululllah SAW, seiring dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam, beliau selalu menunjuk perwakilannya untuk pergi ke wilayah-wilayah yang telah kaum muslim taklukan sebelumnya. Setiap kaum muslim menang dalam peperangan, para utusan nabi hijrah ke tempat-tempat tersebut untuk mengajarkan penduduk di sana tentang Islam dan Al-Quran. Awalnya, mereka pergi ke tempat-tempat tersebut menggunakan dana dan tunggangan kuda sendiri. Sampai akhirnya semakin luas daerah kekuasaan Islam, semakin jauh jaraknya dari Mekkah dan dana Baitul Maal semakin terkumpul banyak dari pemasukan-pemasukan pajak tanah dan lain sebagainya, akhirnya utusan Nabi yang bertugas ke tempat-tempat yang jauh dibiayai oleh dana Baitul Maal dan diberi tunggangan kuda. Jadi, dapat dikatakan bahwa salah satu penggunaan dana Baitul Maal adalah sebagai biaya untuk perjalanan dakwah menyebarkan agama Islam.
2.      Gerakan Pendidikan dan Kebudayaan
Pada masa Khalifah Rasulullah, beliau sangat memperhatikan pendidikan kaum muslim. Beliau mengajarkan kaum muslim membaca dan menulis. Lalu, beliau menunjuk beberapa utusan untuk mengajarkan umat lain.Selain itu, tawanan-tawanan perang diperintahkan Rasulullah untuk mengajarkan kaum muslim membaca dan menulis agar mereka dapat dibebaskan. Dana Baitul Maal digunakan untuk membiayai perjalanan utusan-utusannya tersebut dalam mengajarkan membaca dan menulis.
3.      Pengembangan Ilmi Pengetahuan
Selama masa kepemimpinan rasulullah dan khalifah yang empat, para ulama, ahli kedokteran dan orang-orang yang dapat menulis memperoleh penghargaan  dan dimanfaatkan ilmu pengetahuan.
4.      Pembanguana Infrastruktur
Di samping mendorong aktivitas suasta, Rasulullah SAW. juga memberi perhatian khusus pada pembangunan infrasrtuktur. Selain membagikan tanah kepada masyarakat untuk pembanguanan pembangunan pemukiman, Rasulullah membangun kamar mandi umum di sudut kota. Atas saran seorang sahabat, Rasulullah juga menentukan tempat yang berfungsi sebagi pasar di kota Madina.
5.      Pembanguan Armada Perang dan Keamanan
Selama sebalas tahun memimpin kaum muslimin, Rasulullah SAW. telibat dalam banyak pertempuran. Berbagia pertempuran ini terjadi akibat serangan yang dilancarkan musuh-musuh islam dalam upaya melenyapkan islam dan Rasulullah SAW.Seperlima dari harta rampasan perang yang diambil dari setiap peperangan merupakan sumber dana baitul maal yang terpentin digunakan untuk memperkuat pengembangan pasukan kaum mislimin.
 6.      Penyediaan Layanan Kesejahteraan Sosial
Seperti yang kita tahu, dana Baitul Maal didapatkan dari zakat, kharaj, ghanimah, jizyah, khums, dan lain sebagainya. Dana-dana tersebut digunakan para khalifah untuk mensejahterakan rakyat, salah satunya adalah untuk mengatasi masalah kelaparan kaum fakir miskin.[3]
D.       Baitul Mal di Provinsi Aceh
Aceh adalah salah satu daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan dibeeri kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar Negara Negara Republi Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang gubernur[4].
Undang-undang RI. nomor 44 tahun 1999 Keistimewaan Aceh dan nomr 11 tahun 2006, tenatng UUPA, pasal 180 ayat (1) huruf d, memasukkan zakat sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah[5], maka dalam hal menjabarkan maksud undang-undang ini, DPRD dan Pemerintah Daerah membuat Perda nomor 5 tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam, yang termasuk di dalamnya Baitu Mal. Maka sesuai Perda di atas Gubernur Aceh mengeluarkan surat Keputusan nomor 18 taahun 2003 tentan Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Baitul Mal NAD. Mengingat putusan Gubernur itu tidak cukup kuat, maka dengan kesepakatan DPRD dan Gubernur dikeluarkanlah Qanun nomor 7 tahun 2004 tentang pengelolaan Zakat, yang disebutkan dalam pasal 1 ayat (1), bahwa Badan Baitul Mal merupakan lembaga daerah yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat dan harta agama lainnya di provinsi NAD[6]. Selanjutnya Pemerintah Aceh menyempurnakan Qanun pengelolaan Zakat dengan mengeluarkan satu qanun khusus  nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal.
 Jadi dalam hal ini, pengelolaan zakat dan harta agama lainnya di Aceh tidak lagi berdasarkan kepada undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, karena berdasarkan azas  Lex Specialist Deroget Lex Generalist, artinya hukum yang khusus dapat mengalahkan hukum yang umum.
E.       Unit Pengumpul Zakat (UPZ)
Sesuai Qanun Aceh nomor 10 tahun 2007 tentang baitul Mal, maka unit pengumpul zakat yang selanjutnya disebut dengan UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh Baitul Mal Aceh dan Kabupaten/Kota  dengantugas mengumpulkan zakat para muzakki pada instansi Pemerintah  dan lingkungan swasta[7]. Di sisni terlihat bahwa kewenangan UPZ hanya sebatas melakukan pengumpulan pada unit-unit masing dan tidak dibeerikan kewenangan untuk melakukan pengembangan dan pendistribusian kepada mustahik. Di mana pengembangan dan pendistribusian kepada mustahik adalah tugas dari Baitul Mal bukan tupoksi Unit Pengumpul.
D.    Macam-macam Tingkatan Baitul Mal
            Adapun tingkatan Baitul Mal yang berlaku di Aceh setelah Qanun nomor 10 tahun 2007 adalah:
1.      Baitul Aceh, adalah lembaga daerah Non Strutural yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syari’at, dan bertanggung jawab kepada Gubernur.
2.      Baitul Mal Kabupaten/Kota, adalah lembaga daerah non structural yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syari’at, dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota.
3.      Baitul Mal Mukim, adalah lembaga kemukiman non structural yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syari’at, dan bertanggung jawab kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
Dalam Qanun Aceh nomor 7 tahun 2004 tidak dijumpai Baitul Mal Mukim, karena alasannya kemukiman tidak memiliki rakyatnya dan rakyat hanya dimiliki oleh gampong.
5.    Baitul Mal Gampong, adalah lembaga gampong non structural yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syari’at, dan bertanggung jawab kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota.

E.     Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal
Kewenangan dan kewajiban Baitul Mal dapat disimpulkan yaitu mengumpulkan, mengelola dan menyalurkan zakat, wakaf dan harta agama lainnya yang menjadi wewenangnya, membentuk UPZ dan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Baitul Mal di bawahnya, membuat laporan serta menginformasikannya kepada masyarakat.[8]

F.     Harta Objek Zakat
            Zakat yang wajib dibayar menurut Qanunm nomor 10 tahun 2007 adalah zakat fitrah, zakat maal, dan zakat penghasilan. Dan jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah:
1.      Emas, perak, logam mulia lainnya dan uang;
2.      Perdagangan dan perusahaan;
3.      Perindustrian;
4.      Pertanian, perkebunan dan perikanan;
5.      Peternakan;
6.      Pertambangan;
7.      Pendapatan dan jasa; dan
8.      rikaz, serta jenis harta lainnya yang ditetapkan oleh fatwa MPU Aceh.
Dari beberapa jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya yang telah disebutkan di atas dapat dianalisis bahwa hampir semua aspek usaha yang mendatangkan penghasilan sudah terakomodir dalam Qanun Baitul Mal Aceh.  Oleh karena Qanin ini adalah putusan pemimpin, maka segala yang berbeda dengan Qanun ini yang terdapat dalam berbagai kitab fiqih dapat dikesampingkan, karena satu qaedah: “Hukmul hakim yarfa’ul khilaf”.      




BAB II
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
·         Baitul Maal yaitu sebagai sebuah lembaga atau pihak (al-Jihat) yang menangani harta negara, baik pendapatan maupun pengeluaran.
·         Sumber pendapatan dari baitul maal adalah : Zakat, Kharaj, Jizyah, Al-‘Usyur , Ghanimah, fai’, ma’din, rikaz, Harta Warisan, Wasiat, Shadaqah Tatawwu’, Nazar dan Kafarat.
·         Pendistribusian dana baitul maal digunakan untuk : Penyebaran Islam, Gerakan Pendidikan dan Kebudayaan, Pengembangan Ilmi Pengetahuan, Pembanguana Infrastruktur, Pembanguan Armada Perang dan Keamanan, dan Penyediaan Layanan Kesejahteraan Sosial
·         Aceh adalah salah satu daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan dibeeri kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat, sehingga dalam hal ini, pengelolaan zakat dan harta agama lainnya di Aceh tidak lagi berdasarkan kepada undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, karena berdasarkan azas  Lex Specialist Deroget Lex Generalist, artinya hukum yang khusus dapat mengalahkan hukum yang umum.
B.     SARAN
Disarankan kepada seluruh elemen masyarakat, Ulama, umara dan masyarakat luas, agar tidak berpolemik pada masalah zakat dan melakukan evaluasi mendalam terhadap peneglolaan zakat, wakaf dan harta agama lainnya, apa sebabnya zakat yang sudah dilaksanakan ratusan tahun di Aceh belum bisa memakmurkan masyarakat Aceh. Padahal kemakmuran mumat dengan konsep zakat sudah pernah terjadi pada masa Khalifah Umar Inb Aziz, apa dan di mana kesalahan kita hari ini?




DAFTAR PUSTAKA

-Huda,Nurul dan mohamad Heykal. 2010. lembaga keuangan islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
-http://www.bprsyariah.com/artikel110-perkembangan-baitul-mal-pada-masa-rasulullah-dan-sahabat.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Amil_Zakat_Nasional QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG BAITUL MAL
Departemen Dalam Negeri, Undang-undang RI, Nomor 44 tahun 1999 Tentang Keistimewaan Aceh

-Iska, Syukri dan Rizal.2005.Lembaga Keuangan SyariahBatusangar: STAIN Batusangkar Press.
-Karim, Adiwarman Azhar.2004. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Edisi. 2. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
-Karim, Adiwarman Azhar.2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Edisi.3. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
-Soemitra , Andri.2009. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.









[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Zakat
[2] Syukri iska dan Rizal, Lembaga Keuangan Syariah.h. 29-33
[3] Adiwarman Azhar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Edisi 2 (cet.  1; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004),h. 132-147
[4] Kadis Syariat Islam Aceh, Himpunan Undang-undang… Edisi Ke-8, 2010, hal 535-536
[5] Departemen Dalam Negeri, Undang-undang RI, Nomor 44 tahun 1999 Tentang Keistimewaan Aceh
[6] Prof. Dr. TM. Daniel Djuned, MA, Baitul mal Lembaga Resmi Pengelola Zakat, makalah, disampaikan pada Raker Bimtek Baitul Mal se-0Prov NAD 11-12 Juli 2006, Asrama Haji Banda Aceh, h 2
[7] Tim Penyusun Kadis Syariat Islam Aceh, Himpunan Undang-undang… Edisi Ke-8, 2010, h 537
[8] Kadis Syariat Islam Aceh, Himpunan Undang-undang… Edisi Ke-8, 2010, h 546-548.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar